Kesederhanaan, kejujuran dan makan dari hasil jerih payah sendiri adalah sesuatu yang paling bernilai dari setumpuk materi yang didapat dari cara yang tidak halal. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Aiptu Jailani, anggota Satlantas Polres Gresik, Jawa Timur.
"Apapun nama dan caranya, menerima sesuatu yang bukan dari hasil keringat kita, itu dilarang. Saya dan keluarga saya cukup menikmati hasil yang saya peroleh saat ini, biar sedikit asal halal," ujar Jailani kepada merdeka.com, Minggu (31/3) kemarin.
Bintara kelahiran Jombang 44 tahun silam ini menegaskan, semenjak dia mulai bertugas sebagai anggota polisi pasca kepulangannya dari Sekolah Polisi Negara (SPN) di Papua, Medio 1999 silam itu, dia sudah menolak kasus suap yang kerap menggelitik keimanan-nya.
Sekadar tahu, kali pertama masuk sebagai calon anggota polisi di Polda Jawa Timur, Jailani mendaftar tahun 1990, bersaing dengan 20 ribu kandidat. Setelah diterima masuk sebagai anggota polisi bersama 900 peserta lain, yang dinyatakan lulus, oleh Polda Jawa Timur, Jailani dikirim ke Papua.
Bersama 250 lulusan lainnya, Jailani mengenyam pendidikan Sekolah Polisi Negara (SPN) di Bumi Cendrawasih. Dia bertugas di Datasemen Markas Polda Papua. Jailani menjabat sebagai ajudan rumah tangga Kapolda Papua, Kolonel Sulaiman Hadi. Selama delapan tahun di Papua, medio 1999 dimutasi ke Polda Jawa Timur. Dia bertugas di Polwil Taman, Sidoarjo, kemudian dimutasi ke Polres Gresik, dilanjutkan ke Polsek Weringin Anom, dan terakhir di Satlantas Polres Gresik hingga sekarang.
"Dari dulu, ketika saya mulai bertugas di kesatuan lalu lintas hingga sekarang, saya tidak mau dititipi. Tidak ada yang namanya tilang di tempat atau kata damai. Enak bagi yang mengerti, kalau tidak? Mereka pasti berpikir kalau uang titipan tilang itu masuk ke kantong saya. Makanya saya menolak keras titipan tilang. Kalau mereka memaksa, seperti pejabat-pejabat yang pernah saya tilang, pasti saya arahkan ke bagian administrasi operasional," tegas Jailani.
Jailani mengaku, meski enggan menyebut nominal gaji yang diterimanya sebagai bintara polisi, cukup dengan apa yang diterimanya saat ini. "Cukup atau tidak, itu tergantung dari yang mengelolanya. Selama ini, semua gaji yang saya terima, saya serahkan ke istri saya. Cukup tidaknya itu tergantung bagaimana istri saya me-manage semua kebutuhan. Dan AlhamduliLlah, kami tidak merasa kekurangan selama ini," ungkap dia.
Menurut Jailani, istrinya, Rahmawati (45), selalu mengelompokkan jumlah kebutuhan tiap bulan saat gajian. Sang istri pun punya cara unik untuk mengelola keuangan bulanan.
"Tiap terima gaji, istri saya selalu menstaples uang untuk pengeluaran tiap bulan. Kebutuhan sekolah anak berapa, uang untuk belanja, rekening listrik, biaya tak terduga, uang saku saya dan lain sebagainya, distaples berbeda-beda oleh istri saya, sehingga kami merasa cukup dengan apa yang kami dapat," ungkap Jailani lagi.
Karena kepintaran Rahmawati mengelola keuangan rumah tangganya itu, meski hidup di rumah sederhana di Jalan Jaksa Agung Suprapto Gg 6D/23, Gresik, mereka tidak merasa kekurangan dan tidak ingin tergoda dengan setumpuk harta dari hasil suap.
Prinsip anak tunggal dari petani asal Jombang, Mustamin-Jaiatun ini, ketika menjadi seorang anggota polisi adalah, bagaimana menciptakan sesuatu yang lebih baik dari hari ini.
"Harapan saya sebagai anggota polisi, Polri harus bisa lebih baik. Hari depan, harus lebih baik dibanding sekarang. Jangan sekali-kali berjalan melawan arus. Yang jelas, melanggar prinsip dan aturan itu tidak diperkenankan dan harus ditindak secara tegas," mimpinya.
Namun, mimpi Jailani yang menjadikan dia sebagai anggota yang tegas, disiplin dan jujur saat bertugas menjalankan kewajibannya itu, tak jarang juga mendapat sorotan. Bahkan, anggapan munafik tak jarang ditujukan kepadanya.
"Ah palsu. Jailani itu polisi paling nggak oke di Gresik. Di zaman sekarang mana ada polisi jujur, kalau ada ya bohong lah," ketus RK, warga Gresik yang mengaku tidak suka dengan aksi Jailani.
Berbeda dengan argumen Bram, warga Balungpanggang yang mendukung sikap tegas Jailani. "Ya wajarlah, kalau banyak orang menentang sikap Jailani. Karena tidak ada kata damai bagi Jailani saat menilang para pelanggar aturan di jalan raya. Pro-kontra itu wajar, karena siapa sih yang nggak marah kalau tiba-tiba ditilang dan tidak ada 86," katanya berargumen.
Pro kontra atas sikap tegas, disiplin dan kejujurannya pun diakui Jailani. Saat ditanya terkait masalah like and dislike itu. "Itu hal yang biasa. Yang penting saya PD (percaya diri) saja. Bahwa yang saya lakukan ini benar sesuai aturan," kata Jailani.
Kalau saya menilang seorang perwira polisi, atau TNI atau pejabat sekalipun, masih menurut dia, saya juga menjelaskan tentang rambu-rambu yang dilanggar.
"Trik saya, saya selalu berkata: Mohon maaf komandan, saya mohon izin dan sebagaimananya untuk menjelaskan aturan yang dilanggar para perwira polisi atau TNI, saya yakin mereka akan mengerti tentang tugas dan kewajiban saya," tandas Jailani santai.
sumber : merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar