Tak banyak pemimpin bersahaja di negeri ini. Sri Sultan Hamengku Buwono IX, mungkin salah satunya.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX |
"Adigang, adigung, adiguna," begitulah pepatah Jawa mengatakan. Artinya kurang lebih: mentang-mentang kaya, mentang-mentang berkuasa, mentang-mentang kuat, dan sebagainya. Pokoknya, semua hal yang berkaitan dengan "mentang-mentang" itu tadi. Dalam keseharian, kita tentu banyak melihat kondisi seperti itu. Para pemimpin yang mumpung berkuasa, akan memanfaatkan jabatannya untuk meraih keuntungan pribadi, dan sebagainya.
Sebagai raja di tanah Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX tentu memahami benar pepatah itu. Untuk itu, dia merasa tak elok jika kemudian justru terjebak ke dalamnya.
Andap asor atau tetap merendah tanpa mengurangi wibawa, adalah sikap yang bijak bagi seorang pemimpin. Banyak contoh sikap Sultan yang layak diteladani tentang kesahajaan sebagai pemimpin. Jujur, rendah hati, sederhana, dan tentu saja berintegritas tinggi.
Kala itu, pertengahan 1960-an. Sultan mengendarai sendiri mobilnya ke luar kota, tepatnya Perjalanan ke Pekalongan. Entah mengapa, saat itu Sultan melakukan kesalahan dan melanggar rambu lalu lintas. Seorang polisi yang sedang berjaga memergokinya. Dan, priiiit…. polisi tadi pun menghentikan kendaraan Sultan.
"Selamat pagi!" Brigadir Royadin, polisi tadi, memberi hormat dengan sikap sempurna, ""Selamat pagi, bisa ditunjukan rebuwes," kata Royadin. Rebuwes adalah surat kendaraan saat itu. Ia meminta surat surat mobil berikut surat izin mengemudi kepada Sultan. Ketika itu surat izin mengemudi (SIM ) memang dikenal sebagai rebuwes.
Sultan pun tersenyum dan mengeluarkan rebuwes-nya. Nah, pada saat itulah sang polisi baru sadar kalau pria tersebut adalah Sultan. Brigadir Royadin pun gugup bukan main. Namun hanya sekejap karena tak lama dia pun mencoba memperbaiki sikap wibawanya sebagai polisi.
"Bapak melangar verbodden, tidak boleh lewat sini, ini satu arah!", "Benar…saya yang salah," kata Sultan. Sesaat Sultan melihat ada keragu-raguan di wajah sang polisi. "Buatkan saja saya surat tilang," begitu kata Sultan menegaskan. Begitulah, singkat cerita, sang polisi pun melakukan tilang kepadasultan. Tak ada sikap mentang-mentang berkuasa yang diperlihatkan Sultan saat itu.
Masih banyak lagi contoh kesahajaan Sultan. Di lain waktu, mobil Sultan juga pernah dihentikan seorang ibu penjual sayur. Sang ibu yang tidak mengenal Sultan, meminta tolong sultan mengantarkannya ke Pasar Beringharjo. Sultan menuruti permintaan ibu tadi, dan bahkan tak menolak ketika sang ibu memintanya menurunkan barang dagangan itu sesampainya di tempat.
Setelah karung-karung sayur ditaruh, sang ibu itu bertanya "Berapa ongkosnya, Pak Sopir?"
"Wah, ndak usah Bu," kata Sultan.
"Walaah, Pak Sopir. Kayak ndak butuh uang saja!" ujar ibu tersebut.
"Sudah tidak usah Bu, terima kasih." balas Sultan.
"Lho, kurang tho? Biasanya saya ngasihnya juga segini?" kata Ibu itu.
"Ndak apa- apa Bu, saya cuma membantu," kata Sultan. Tak lama, Sultan pun tersenyum dan pamit bergegas meninggalkan pasar.
Setelah itu, seorang mantri polisi yang sedari tadi mengamati peristiwa tersebut, mendekati ibu pedagang sayur dan menjelaskan siapa sebenarnya sosok laki-laki yang sudah membantunya. Si ibu pun terkejut bukan main dan hendak meminta maaf, namun Sultan sudah berlalu.
Biografi Singkat :
Hamengkubuwana IX |
Sri Sultan Hamengkubuwana IX, lahir di Yogyakarta, Hindia-Belanda, 12 April 1912 – meninggal di Washington, DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun.
Lahir: 12 April 1912, Kota Yogyakarta, Indonesia
Meninggal: 1 Oktober 1988, Universitas George Washington
Pendidikan: Universitas Leiden
Orang tua: Hamengkubuwana VIII
Anak: Hamengkubuwana X
sumber 1: Kisah Brigadir Royadin dan Sultan HB IX ( tribun news )
sumber 2: Biografi Sri Sultan Hamengkubuwana IX (wikipedia )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar