“Saat engkau bertanya apakah dosaku telah terhapus, saat engkau
bertanya apakah aku pernah melakukan kesalahan, saat air mata menggenang
di pelupuk mata, saat do’a kau lantunkan dengan lembut, seluruh jiwa
terasa perih.”
Adinda, engkau begitu baik dan lembut, engkau juga tidak punya salah
atau juga dosa seperti yang engkau tanyakan. Tapi Allah ingin mencoba
kesabaranmu, sebagai hamba yang dikasihi dan disayangi, engkau adalah
adikku yang terbaik yang aku punya.
Kutatap wajah manis yang tertidur lelap dari dinding kaca, seperti
tiada penderitaan yang kau alami, walau dokter sudah memvonismu bahwa
engkau hanya sanggup bertahan hidup hanya 2 tahun lagi. Tapi bila Allah
mengizinkan, apapun bisa terjadi. Semuanya hanya Allah yang menentukan
mati dan hidupnya seorang, kata dokter berwajah teduh itu dengan wajah
yang cukup tenang siang tadi, setelah melakukan operasi besar yang
memakan waktu kurang lebih 8 jam. Tapi aku yang mendengarkan rasanya
seperti halilintar di siang hari, antara percaya dan tidak, karena
adikku juga seorang dokter walaupun hanya dokter umum. Tapi mengapa dia
tidak pernah tahu kalau dia sudah menderita penyakit kanker yang sudah
stadium empat.
Saat dia tahu penyakitnya malah tenang-tenang saja, hanya menatapku
dengan senyum. "Nggak usah khawatir kak, yang penting kita berusaha,
insya Allah kalau Allah mengizinkan semuanya bisa membaik," katanya
tenang.
Tanpa terasa hari terus berganti, sekarang sudah masuk tahun kedua
sejak adikku divonis menderita kanker stadium empat. Badannya pun sudah
mulai menyusut, tapi menurutku malah lebih baik, karena kelihatan
lebih cantik karena adikku ini tergolong gemuk, jadi kelihatan lebih
langsing. Rambutnya yang rontok saat dikemoterapi sudah mulai tumbuh
dengan subur, walau masih kelihatan sangat pendek, tapi malah kelihatan
lebih hitam dan segar bila dipandang. Harapan baru pun mulai tumbuh di
hatiku, mudah-mudahan hasil kemoterapinya bisa mematikan sel-sel
kanker yang menyerang usus, paru-paru dan hatinya.
Aku yang awam tentang penyakit kanker ini mulai merasa bahagia
melihat perkembangan yang sangat bagus bagi kesehatan adikku. Sehingga
pada suatu malam saat aku menemaninya di pembaringan, tiba-tiba adikku
berkata, "Kakak, sebenarnya fungsi organ tubuh saya yang di dalam ini
sudah tidak terlalu berfungsi lagi,“ katanya sambil menunjuk perut,
hati, dan dan paru-parunya.
Aku hanya diam, karena aku tahu dia juga seorang dokter, tentu sudah
bisa menganalisa penyakitnya sendiri melihat dari hasil rekam
medisnya. Kalau aku melihat wajahnya sepertinya dia biasa-biasa saja,
cuma akhir-akhir ini memang sering sulit bernafas, dan oksigen pun
selalu tersedia untuk membantu pernafasannya.
“Bagaimana ya kak, apakah kita boleh berdo’a meminta sesuatu kepada
Allah,” akupun hanya mengangguk sambil ikut berdo’a bersamanya.
Perlahan kudengar do'anya dengan segala keikhlasan dan kepasrahan.
“Ya Allah, kalau kehidupan merupakan jalan yang terbaik, berilah
kehidupan itu. Kalau kematian adalah akhir jalan yang terbaik, ambillah
aku dalam kasih Mu.” Tanpa terasa air mataku berlinang, dan setelah
berdo’a kulihat adikku tertidur tenang dan pulas.
Aku tidak tahu dia tertidur karena menahan sakit atau juga sudah
terlelap karena letih, sebab dia paling tidak pernah mengeluh tentang
rasa sakit dan penderitaannya. Aku pun mulai meraba denyut nadi dan
memperhatikan tarikan nafasnya. Jantungku mulai terasa sesak. Oh Tuhan,
apakah dia sudah Engkau panggil? Alhamdulillah aku masih merasakan
denyutan nadinya, juga desahan nafasnya.
“Ya Allah, panjangkanlah umurnya ya Allah, biar dia bisa berbakti
kepada masyarakat dengan ilmu yang sudah diperolehnya di masa kuliahnya
seperti yang dia cita-citakan. Jangan Engkau panggil dia ya Allah,
berikanlah kesembuhan untuk adikku tercinta, ya Allah,” akupun berdo’a
mengharap kasih sayang dan rahmat dari Allah untuk adikku tercinta.
Dini hari saat subuh tiba-tiba aku dibangunkan oleh sentuhan lembut
tangan adikku, “Kakak bangun kita sholat subuh, kak,“ katanya sambil
mengusah-ngusap kepalaku. Aku jadi malu, karena aku yang ingin
menjaganya semalaman malah tertidur pulas. Kulihat wajahnya begitu
segar. Ya Allah, engkau dengar do’aku. Harapan baru muncul kembali,
ternyata do’aku dan do’a adikku didengar oleh Allah. Mudah-mudahan umur
panjang yang baik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Rasa gembira tak
kepalang tanggung, kubantu dia turun dari tempat tidur, dan menemaninya
untuk berwudhu ke kamar mandi. Alhamdulillah kulihat dia begitu kuat
berjalan sendiri tanpa ingin kupapah, bahagianya hati ini, hari ini aku
merasakan kebahagiaan yang luar biasa atas rahmat Allah yang diberikan
kepada adikku.
Pagi hari ini merupakan pagi terindah bagi diriku melihat wajah
segar duduk di depanku untuk makan bersama di satu meja dengan orang
yang sangat kusayangi, makan dengan semangat. Karena sejak mulai sakit
dan setelah dioperasi, banyak makanan yang tidak boleh dimakan. Tapi
bagi adikku, itu tidak menjadi penghambat untuk dia makan apa yang
disarankan oleh dokter semua dimakan dengan senang hati tanpa ada
komentar enak atau tidak. Sehingga akupun juga semakin semangat makan
bersamanya, karena makanan yang dikonsumsi sangat membantu kesehatan
dan daya tahan tubuhnya. Nah, yang satu ini selalu dijaganya, jadi
walau sakit wajahnya tetap cerah, kadang aku juga tidak merasakan kalau
dia sakit.
Sehingga pada suatu hari dia berkata, “Kakak, alhamdulillah ya kak
saya dikasih sakit sama Allah, jadi saya lebih banyak waktu untuk
membaca Al-Qur’an dan merenung atas segala kesalahan saya. Semoga Allah
memberikan jalan hidup yang terbaik ya kak,“ dia berucap sambil
tersenyum.
Aku hanya mengangguk, walau hati ini terasa ingin menangis. Diam-diam
akupun berdo’a, “Ya Allah, berikanlah jalan hidup yang terbaik untuk
adikku tercinta. Hanya Engkau tempat aku memohon.”
Kuusap air mata yang ingin jatuh di pipi. Aku selalu berusaha
menghindari wajah sedih di hadapannya, karena aku juga tahu dia selalu
berusaha menghibur hatiku, sehingga tidak pernah menampakkan
penderitaannya. Tapi aku tahu dia sakit sekali, tapi dia berusaha untuk
melawan penderitaan dengan senyum dan zikir kepada Allah.
Pada suatu sore, dengan rasa penasaran aku bertanya kepada dokter
langganan keluarga kami, “Pak dokter, apakah penyakit kanker yang sudah
stadium empat bisa disembuhkan? Karena adik saya sepertinya
sehat-sehat saja, kecuali kalau saat lagi dikemoterapi, penderitaannya
tidak bisa disembunyikan. Tapi setelah habis pengaruh obat
kemoterapinya, dia sehat seperti biasa saja.”
Kulihat pak dokter tertunduk sambil tetap tersenyum, “Alhamdulillah
kalau dia kelihatan sehat seperti biasa, itu adalah suatu rahmat dari
Allah. Karena setahu saya penyakit yang dideritanya membuat rasa sakit
yang luar biasa dan menderita sekali.” Pak dokter berkata dengan
jujurnya, karena dia juga sudah menganggap kami sekeluarga sebagai
kerabatnya terdekat. Akupun hanya terdiam.
Ya Allah, ternyata adikku sebenarnya menyimpan rasa sakit yang sangat dalam. Aku jadi ingat firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 155: "Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (atas cobaan itu).”
Nabi saw juga bersabda: “Tidaklah seorang muslim ditimpa
kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan, gundah gulana (kerisauan),
bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan hapuskan dengannya (musibah itu) kesalahan-kesalahannya“. (HR: Bukhari).
Semoga Allah akan memberikan kegembiraan kelak untuk adikku, atas
kesabarannya dan ketabahannya dalam menyembunyikan rasa sakit di sekujur
tubuhnya.
Hari ini, aku tidak berusaha untuk menahan tangis dan kesedihan,
karena engkau memang benar-benar telah dipanggil oleh Allah kembali ke
sisiNya dengan senyum manis dan juga keikhlasanmu menerima segala
cobaan yang terberat di dalam hidup. Malaikat telah datang menyapamu
siang ini, untuk mengambil dan menempatkan engkau di sisi Allah. Engkau
yang kusayangi selama ini, yang tidak pernah mengeluh dan selalu ingin
berbagi kebaikan kepada orang lain. Betapa aku sangat ingat sewaktu
engkau baru lulus menjadi dokter, engkau memilih ikut program dokter
PTT untuk berbakti di daerah yang sangat terpencil, yaitu kepulauan
Mentawai, padahal engkau hanyalah seorang wanita. Tapi semangatmu
begitu besar ingin berbagi apa yang engkau miliki kepada masyarakat.
Hari ini engkau memang pergi untuk selamanya dengan semangat dan
kebaikan di hatimu, serta membawa rasa sakit yang kelak akan
mengantarkanmu ke surganya Allah. Saat Malaikat menyapa, engkau
hanya mengucapkan kalimat yang selalu diimpikan oleh setiap muslim
bila menghadap Sang Ilahi, yaitu kalimat “Lailaha illallaah, Lailaha
illallaah, Lailaha illallaah” sebanyak tiga kali. Aku menangis
adikku, aku kehilanganmu, tapi aku juga bahagia, karena ada seulas
senyum di bibirmu yang manis. Hari ini aku mencium keningmu untuk yang
terakhir kalinya, tanpa perlu menyembunyikan rasa sedih, karena engkau
sudah tertidur lelap di pangkuan Sang Khalik pemilik kehidupan ini.
Innalillahi, wa innaailaihi rojiu’n. (Sesungguhnya kita milik Allah dan
kepada Nya kita akan kembali).
(Saat kerinduan mengenang kepergiannya mu yang begitu indah, selamat jalan Adindaku tercinta)
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar