”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Firman Allah
dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 261).
Namun, semua itu harus dilakukan dengan Ikhlas dan semata-mata hanya
karena Allah, bukan karena riya kepada manusia, begitu hebat nya
ganjaran yang didapatkan bagi orang yang bersedekah karena Allah, maka
kita tidak perlu heran berapa banyak orang yang bersedekah tetapi tidak
berarti apa-apa karena tanpa keikhlasan dan hanya sekedar memenuhi
kewajiban dengan setengah terpaksa.
Mungkin ini ada suatu pengalaman yang sangat tidak pernah saya
bayangkan suatu kenangan manis yang selalu ingin saya ulangi dalam
kehidupan saya , dan selalu ingin saya ceritakan kepada sahabat saya
betapa hebat nya sedekah yang dilakukan dengan ikhlas tanpa berpikir
panjang hanya keluar dari hati yang paling terdalam dengan ganjaran
yang membuat saya berulang-ulang bersujud syukur kepada Allah Yang Maha
pengasih lagi Maha Penyayang.
Tepatnya kejadian ini terjadi pada tahun 2006, disaat gempa melanda
kota Yogyakarta, saat itu banyak bangunan rumah yang rusak, malah ada
yang runtuh sama sekali memang tidak semua tempat, dan kebetulan lokasi
saya tinggal termasuk yang kerusakan lumayan parah, walau tidak
sampai runtuh, termasuk saat itu rumah saya yang kebetulan baru saja
lagi dalam perbaikan, sehingga keramik yang baru dibuat pun terpaksa
tertimbun oleh reruntuhan bangunan, memang saat itu hati menjadi sedih
tetapi begitu melihat banyak lagi rumah-rumah saudara tetangga yang
lebih parah kerusakannya, hati ini pun masih merasa bersyukur kepada
Allah, hanya barang dan rumah yang rusak bukan jiwa yang diambil.
Setelah dua hari sejak kejadian gempa di kotaku, tiba-tiba saudara
dari pihak suami menceritakan kalau ada salah satu dari saudara suami
kami rumahnya mengalami rusak berat dan tidak layak untuk ditempati
lagi, dan dia terpaksa mengungsi ke rumah saudara yang lain, dan sangat
berharap bantuan dari kami sekeluarga, suamiku hanya memandangiku
berharap aku yang mengambil keputusan, karena memang seperti itu
kesepakatan kami berdua sejak menikah, bila ada dari keluarga suami yang
perlu pertolongan biasanya aku yg memutuskan dan bila ada di pihakku,
maka suamiku yang mengambil keputusan.
Akhirnya akupun mengambil keputusan, dengan persetujuan suami.
“Begini
saja, kebetulan kami juga sedang memperbaiki rumah, jadi material dari
bangunan rumah ini juga masih banyak, ada pasir, batu bata, kayu-kayu,
semen, diambil saja semuanya, mudah-mudahan bisa untuk membantu
perbaikan rumahnya”.
Aku pun, mengambil keputusan dengan cepat karena aku juga belum
punya uang karena kami sekeluarga juga lagi mencari rumah sewa untuk
sementara, karena masih kuatir kalau terjadi gempa susulan bisa-bisa
rumah kami runtuh juga karena, di setiap sudut-sudut rumah terbelah.
Suamiku pun setuju dengan keputusanku, akhirnya segala material yang
rencananya untuk merehab rumah akhirnya diserahkan kepada saudaraku
yang lebih membutuhkan, walau tidaklah terlalu banyak tapi
sekurang-kurangnya dapat meringankan kesusahan saudara.
Pada esok harinya saat lagi bekerja, sambil membuat permohonan
bersama teman untuk rencana pengambilan pinjaman ke Bank Syariah
Mandiri, atasanku pun bertanya, “Buat permohonan apa Bu, sepertinya
surat peminjaman ke bank?”
Aku hanya mengangguk.
“Apakah kemarin ibu tidak mendaftarkan diri, karena kantor
menyediakan bantuan bagi yang terkena musibah gempa untuk mendapatkan
bantuan.”
Aku hanya menggeleng, tentu saja aku malu untuk mendaftarkan diri
karena untuk saat ini masih banyak yang lagi menderita dan kesusahan
dibandingkan dengan musibah yang menimpa diriku.
“Tidak apa-apa Pak, saya masih bisa pinjam di Bank Syariah Mandiri,
karena saat ini mereka juga menawarkan pinjaman khusus untuk korban
gempa.“
Kulihat atasanku, hanya tersenyum dan berlalu dari hadapanku, tak lama kemudian dia pun menghampiri mejaku.
“Ibu, tadi sudah saya daftarkan lewat email, kalau ibu juga termasuk
korban gempa, tapi saya masukkan katagori rusak ringan,” kata atasanku
sambil tersenyum.
“Terima kasih pak, saya jadi malah merepotkan,” aku hanya bisa
mengucapkan terimakasih atas perhatian atasanku yang baik ini. Memang
perusahaan tempatku bekerja adalah perusahaan yang sangat peduli dengan
kesejahteraan pegawainya.
Tiga hari kemudian rumahku ada peninjauan, katanya dari Team UGM yang
ditugaskan oleh kantorku, untuk melihat seberapa besar kerusakan
bangunan rumahku. Salah seorang dari mereka mengatakan kalau rumah kami
harus diruntuhkan semua dan dibuat pondasi baru, karena tidak layak
kalau hanya direhab saja. Aku hanya diam, membayangkan meruntuhkan
bangunannya saja biaya sudah berapa, belum lagi membangunnya, tapi yah
sudahlah, semoga nanti ada jalan keluarnya.
Pagi ini seperti biasa aku membangunkan anak-anak untuk sholat subuh,
dan aku pun menyiapkan segala keperluan untuk sarapan keluarga.
Setelah selesai menata meja makan aku jadi heran, kenapa anakku yang
duduk di kelas dua SD ini masih tetap dalam keadaan duduk sambil
berdo’a di sajadahnya. Akupun mendekatinya, sambil duduk di sebelahnya,
setelah selesai berdo’a disalaminya tanganku.
“Nanda tadi berdo’a apa ya, bunda ingin tahu, boleh enggak?“ kataku sambil menatapnya.
“Aku minta sama Allah biar dikasih uang 10 juta, jadi kita masih
bisa tinggal di rumah kita,” katanya sambil berlinangan air mata.
Kupeluk nandaku tersayang sambil mengusap-usap kepalanya.
“Insya Allah karena kamu sudah berdo’a dengan khusyuk, Allah pasti
mendengar do’a hambanya yang lagi kesusahan,” kulihat wajahnya kembali
cerah.
“Berarti kita masih tetap bisa tinggal di rumah kita kan bunda..?”
"Iya, insya Allah. Sekarang kamu mandi, biar tidak terlambat ke
sekolah.” Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik untuk kami
sekeluarga, akupun ikut berdo’a di dalam hati.
Selang satu minggu kemudian aku dikejutkan ada sms di hpku, berisi
transferan uang dari perusahaanku bekerja. Aku kaget, juga bersyukur
kepada Allah, ternyata Allah telah mendengar do’a dari kami sekeluarga.
Dengan rasa bahagia yang tidak kepalang tanggung aku mendatangi ruangan
atasanku untuk berterima kasih atas segala perhatiannya padaku.
Atasanku pun hanya tersenyum dan berkata, "Itu semua rezeki ibu yang
diberikan oleh Allah, saya juga hanya memasukkan ibu di data kerusakan
ringan, tapi ibu malah diberi bantuan untuk kerusakan berat."
Aku tidak bisa untuk tidak menahan air mata, cepat-cepat aku ke kamar
mandi untuk berwudhu dan bersujud di hadapan Tuhanku Allah Yang Maha
Pengasih bagi hambanya yang lagi sangat memerlukan uluran tanganNya.
Ya Allah, aku hanya bisa memberikan bantuan yang tidak seberapa
terhadap saudaraku, ternyata Engkau malah membalasnya dengan berlipat
ganda. Ya Allah, benarlah semua firmanMu Ya Allah dalam Al-Qur’an: ”Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Firman Allah dalam Al-qur’an surat
Al-baqarah ayat 261).
Semoga pengalaman yang sederhana ini selalu mengingatkan saya dan
juga pelajaran bagi sahabat-sahabat yang saya cintai, betapa perlunya
ikhlas dalam memberi walaupun kita sangat membutuhkan, tapi bila ada
lagi yang lebih membutuhkan berikanlah kepada yang lebih membutuhkan
daripada diri kita sendiri, semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya
bagi hamba-hambanya yang selalu ikhlas dan mau bersyukur, Aamiin.
Hamba Mu Ya Allah,
Afnizar Hasan
ditulis oleh : Afnizar Hasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar