Dapatkan motivasi, artikel motivasi, kata bijak, inspirasi, semangat kerja, semangat belajar, dan tips sukses OR

Fakta Kudeta

Innalillahi… Terbongkar, di Belakang Jokowi
Ada Jenderal-Jenderal Dalang Kerusuhan Mei
1998

ilustrasi

JAKARTA (voa-islam.com) - Pembicaraan di
rumah Fahmi Idris, tokoh senior Golkar yang
kemarin menyeberang ke kubu Jokowi-JK demi
melawan Prabowo adalah bukti paling kuat yang
menghubungkan Benny Moerdani dengan
berbagai kerusuhan massa yang sangat marak
menjelang akhir Orde Baru karena terbukti
terbukanya niat Benny menjatuhkan Soeharto
melalui gerakan massa yang berpotensi
mengejar orang Cina dan orang Kristen.
Kesaksian Salim Said ini merupakan titik tolak
paling penting guna membongkar berbagai
kerusuhan yang tidak terungkap seperti
Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan 13-14 Mei
1998, yang akan saya bongkar di bawah ini.
“Bersama Presiden Soeharto, Benny adalah
Penasihat YPPI yang didirikan oleh para mantan
tokoh demonstrasi 1966 dengan dukungan Ali
Moertopo. Hadir di rumah Fahmi [Idris] pada
malam itu para pemimpin demonstrasi 1966
seperti Cosmas Batubara, dr. Abdul Ghafur,
Firdaus Wajdi, Suryadi [Ketua PDI yang
menyerang Kubu Pro Mega tanggal 27 Juli 1996]
; Sofjan Wanandi; Husni Thamrin dan sejumlah
tokoh. Topik pembicaraan, situasi politik waktu
itu…
Moerdani berbicara mengenai Soeharto yang
menurut Menhankam itu, ‘Sudah tua, bahkan
sudah pikun, sehingga tidak bisa lagi mengambil
keputusan yang baik. Karena itu sudah
waktunya diganti’…Benny kemudian berbicara
mengenai gerakan massa sebagai jalan untuk
menurunkan Soeharto. Firdaus menanggapi,
‘Kalau menggunakan massa, yang pertama
dikejar adalah orang Cina dan kemudian
kemudian gereja.‘ “
- Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi,
serangkaian kesaksian, Penerbit Mizan,
halaman 316
A. Peristiwa 27 Juli 1996 Adalah Politik Dizalimi
Paling Keji Sepanjang Sejarah Indonesia
Selanjutnya bila kita hubungkan kesaksian
Salim Said di atas dengan kesaksian RO
Tambunan bahwa dua hari sebelum kejadian
Megawati sudah mengetahui dari Benny akan
terjadi serangan terhadap kantor PDI dan
Catatan Rachmawati Soekarnoputri,
Membongkar Hubungan Mega dan Orba
sebagaimana dimuat Harian Rakyat Merdeka
Rabu, 31 Juli 2002 dan Kamis, 1 Agustus 2002.
Maka kita menemukan bukti adanya
persekongkolan antara Benny Moerdani yang
sakit hati kepada Soeharto karena dicopot dari
Pangab (kemudian menjadi menhankam, jabatan
tanpa fungsi) dan Megawati untuk menaikkan
seseorang dari keluarga Soekarno sebagai
lawan tanding Soeharto, kebetulan saat itu
hanya Megawati yang mau jadi boneka Benny
Moerdani. Sedikit kutipan dari Catatan
Rachmawati Soekarnoputri:
“Sebelum mendekati Mega, kelompok Benny
Moerdani mendekati saya [Rachmawati] terlebih
dahulu. Mereka membujuk dan meminta saya
tampil memimpin PDI. Permintaan orang dekat
dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya
tolak, bagi saya, PDI itu cuma alat hegemoni
Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto
tahun 1973. Coba renungkan untuk apa jadi
pemimpin boneka?
Orang-orang PDI yang dekat dengan Benny
Moerdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie
Sihaloho pun ikut mengajak saya gabung ke
PDI. Tetapi tetap saya tolak.”
Dari ketiga catatan di atas kita menemukan
nama-nama yang saling terkait dalam Peristiwa
27 Juli 1996, antara lain: Benny Moerdani;
Megawati Soekarnoputri; Dr. Soerjadi; Sofjan
Wanandi; dan Aberson Marie Sihaloho, dan ini
adalah “eureka moment” yang membongkar
persekongkolan jahat karena Aberson Marie
adalah orang yang pertama kali menyebar
pamflet untuk regenerasi kepemimpinan
Indonesia dan diganti Megawati, sehingga
menimbulkan kecurigaan dari pihak Mabes ABRI.
Dr. Soerjadi adalah orang yang menggantikan
Megawati sebagai Ketua Umum PDI di Kongres
Medan (kongres dibiayai Sofjan Wanandi dari
CSIS) yang mengumpulkan massa menyerbu
kantor PDI dan selama ini dianggap
perpanjangan tangan Soeharto ternyata agen
ganda bawahan Benny Moerdani, dan tentu saja
saat itu Agum Gumelar dan AM Hendropriyono,
dua murid Benny Moerdani berada di sisi
Megawati atas perintah Benny Moerdani
sebagaimana disaksikan Jusuf Wanandi dari
CSIS dalam Memoirnya, A Shades of Grey/
Membuka Tabir Orde Baru.
Semua fakta ini juga membuktikan bahwa
dokumen yang ditemukan pasca ledakan di
Tanah Tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang
mana menyebutkan rencana revolusi dari Benny
Moerdani; Megawati; CSIS dan Sofjan-Jusuf
Wanandi yang membiayai gerakan PRD adalah
dokumen asli dan otentik serta bukan dokumen
buatan intelijen untuk mendiskriditkan PRD
sebagaimana diklaim oleh Budiman Sejatmiko
selama ini.
Ini menjelaskan mengapa Presiden Megawati
menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli 1996
sekalipun harus mengeluarkan kalimat pahit
kepada anak buahnya seperti “siapa suruh
kalian mau ikut saya?” dan justru memberi
jabatan sangat tinggi kepada masing-masing:
SBY yang memimpin rapat penyerbuan Operasi
Naga Merah; Sutiyoso yang komando lapangan
penyerbuan Operasi Naga Merah; Agum Gumelar
dan Hendropriyono yang pura-pura melawan
koleganya.
Megawati melakukan bunuh diri bila menyelidiki
kejahatannya sendiri!
Bila dihubungkan dengan grup yang berkumpul
di sisi Jokowi, maka sudah jelas bahwa CSIS;
PDIP; Budiman Sejatmiko, Agum Gumelar;
Hendropriyono; Fahmi Idris; Megawati; Sutiyoso
ada di pihak Poros JK mendukung Jokowi-JK
demi menghalangi upaya Prabowo naik ke kursi
presiden.
B. Kerusuhan Mei 1998, Gerakan Benny
Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan
Menaikkan Megawati Soekarnoputri ke Kursi
Presiden.
Pernahkah anda mendengar kisah Kapten
Prabowo melawan usaha kelompok Benny
Moerdani dan CSIS mendeislamisasi Indonesia?
Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku
sejarah yang sudah membahas hal ini, dan salah
satunya cerita dari Kopassus di masa
kepanglimaan Benny.
Saat Benny menginspeksi ruang kerja perwira
bawahan, dia melihat sajadah di kursi dan
bertanya “Apa ini?”. Jawab sang perwira,
“Sajadah untuk shalat, Komandan.”
Benny membentak, “TNI tidak mengenal ini.”
Benny juga sering mengadakan rapat staf pada
saat menjelang ibadah Jumat, sehingga
menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono Mardjono sebagaimana dikutip
Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan
bahwa rekrutan perwira Kopassus sangat
diskriminatif terhadap yang beragama Islam,
misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di
antaranya adalah perwira beragama non Islam
dan dua dari Islam.
Penelitian Salim Said juga menemukan hal yang
sama bahwa para perwira yang menonjol
keislamannya, misalnya mengirim anak ke
pesantren kilat pada masa libur atau sering
menghadiri pengajian, diperlakukan
diskriminatif dan tidak akan mendapat
kesempatan sekolah karena sang perwira
dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu karir
militernya suram.
Silakan perhatikan siapa para perwira tinggi
beken yang diangkat dan menduduki pos penting
pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad
atau Menhankam seperti Sintong Panjaitan; Try
Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw; Albert
Paruntu; AM Hendropriyono; Agum Gumelar;
Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut
Panjaitan; Ryamizard Ryacudu; Johny
Lumintang; Albert Inkiriwang; Herman Mantiri;
Adolf Rajagukguk; Theo Syafei dan lain
sebagainya akan terlihat sebuah pola tidak
terbantahkan bahwa perwira yang diangkat
pada masa Benny Moerdani berkuasa adalah non
Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap
“fanatik” atau berada dalam golongan “islam
santri” menurut versi Benny).
Inilah yang dilawan Prabowo antara lain dengan
membentuk ICMI yang sempat dilawan habis-
habisan oleh kelompok Benny Moerdani namun
tidak berhasil. Tidak heran kelompok status quo
dari kalangan perwira Benny Moerdani
membenci Prabowo karena Prabowo yang
menghancurkan cita-cita mendeislamisasi
Indonesia itu.
Mengapa Benny Moerdani dan CSIS mau
mendeislamisasi Indonesia?
Karena CSIS didirikan oleh agen CIA, Pater
Beek yang awalnya ditempatkan di Indonesia
untuk melawan komunis, namun setelah komunis
kalah, dia membuat analisa bahwa lawan
Amerika berikutnya di Indonesia hanya dua,
“Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”.
Lalu, Peter Beek menyimpulkan, ABRI bisa
dimanfaatkan untuk melawan Islam, maka
berdirilah CSIS yang dioperasikan oleh anak
didiknya di Kasebul : Sofjan Wanandi, Jusuf
Wanandi, Harry Tjan Silalahi ; mewakili ABRI:
Ali Moertopo, dan Hoemardani (baca kesaksian
George Junus Aditjondro, murid Pater Beek).
Pater Beek yang awalnya ditempatkan di
Indonesia untuk melawan komunis namun
setelah komunis kalah dia membuat analisa
bahwa lawan Amerika berikutnya di Indonesia
hanya dua, “Hijau ABRI” dan “Hijau Islam”
Tidak percaya gerakan anti Prabowo di kubu
Golkar-PDIP-Hanura-NasDem ada hubungan
dengan kelompok anti Islam santri yang
dihancurkan Prabowo?
Silakan perhatikan satu per satu nama-nama
yang mendukung Jokowi-JK, ada Ryamizard
Ryacudu (menantu mantan wapres Try
Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila
Presiden Soeharto mangkat).
Ada Agum Gumelar-Hendropriyono (dua «
malaikat » pelindung/bodyguard Megawati yang
disuruh Benny Moerdani); ada Andi Widjajanto
(anak Theo Syafeii) ada Fahmi Idris (rumahnya
adalah lokasi ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996
dan Kerusuhan Mei 1998 pertama kali
dilontarkan Benny Moerdani); ada Luhut
Panjaitan; ada Sutiyoso; ada Wiranto dan masih
banyak lagi yang lain.
Lho, Wiranto anak buah Benny Moerdani? Benar
sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi
mencatat bahwa Wiranto menghadap Benny
Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai
KSAD pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi
pesan sebagai berikut:
“Jadi, kau harus tetap di situ sebab kau satu-
satunya orang kita di situ. Jangan berbuat
salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau
akan dihabisi Soeharto jika dia tahu.“
(Salim Said, halaman 320)
Tentu saja Wiranto membantah dia memiliki
hubungan dekat dengan Benny Moerdani, namun
kita memiliki cara membuktikan kebohongannya.
Pertama, dalam Memoirnya, Jusuf Wanandi
menceritakan bahwa pasca jatuhnya Soeharto,
Wiranto menerima dari Benny Moerdani daftar
nama beberapa perwira yang dinilai sebagai
“ABRI Hijau”, dan dalam sebulan semua orang
dalam daftar nama tersebut sudah disingkirkan
Wiranto.
Ketika dikonfrontir mengenai hal ini, Wiranto
mengatakan cerita “daftar nama” adalah
bohong. Namun bila kita melihat catatan
penting masa setelah Soeharto jatuh maka kita
bisa melihat bahwa memang terjadi banyak
perwira “hijau” di masa Wiranto yang waktu
itu dimutasi dan hal ini sempat menuai protes.
Fakta bahwa Wiranto adalah satu-satunya
orang Benny Moerdani yang masih tersisa di
sekitar Soeharto menjawab sekali untuk
selamanya mengapa Wiranto menjatuhkan
semua kesalahan terkait Operasi Setan Gundul
kepada Prabowo; mengatakan kepada BJ Habibie
bahwa Prabowo mau melakukan kudeta sehingga
Prabowo dicopot; dan menceritakan kepada
mertua Prabowo, Soeharto bahwa Prabowo dan
BJ Habibie bekerja sama menjatuhkan
Soeharto, sehingga Prabowo diusir dan dipaksa
bercerai dengan Titiek Soeharto. Hal ini sebab
Wiranto adalah eksekutor dari rencana Benny
Moerdani menjatuhkan karir dan menistakan
Prabowo.
Membicarakan “kebejatan” Prabowo tentu tidak
lengkap tanpa mengungkit Kerusuhan Mei 1998
yang ditudingkan pada dirinya padahal saat itu
jelas-jelas Wiranto sebagai Panglima ABRI pergi
ke Malang membawa semua kepala staf
angkatan darat, laut dan udara serta menolak
permintaan Prabowo untuk mengerahkan
pasukan demi mengusir perusuh.
Berdasarkan temuan fakta di atas, bahwa
Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto
melalui kerusuhan rasial, dan Wiranto adalah
satu-satunya orang Benny di lingkar dalam
Soeharto, maka sangat patut diduga Wiranto
memang sengaja melarang pasukan keluar dari
barak menghalangi kerusuhan sampai marinir
berinisiatif keluar kandang.
Selain itu tiga fakta yang menguatkan
kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di
belakang Kerusuhan Mei 98 adalah sebagai
berikut:
1. Menjatuhkan lawan menggunakan “gerakan
massa” adalah keahlian Ali Moertopo (guru
Benny Moerdani) dan CSIS sejak Peristiwa
Malari di mana malari meletus karena provokasi
Hariman Siregar, binaan Ali Moertopo (lihat
kesaksian Jenderal Soemitro yang dicatat oleh
Heru Cahyono dalam buku Pangkopkamtib
Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74
terbitan Sinar Harapan).
2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98
penggerak lapangan adalah orang berkarakter
militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi
warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-
ciri orang yang terlatih sebagai intelijen, dan
baik Wiranto maupun Prabowo adalah perwira
lapangan tipe komando bukan tipe intelijen, dan
saat itu hanya Benny Moerdani yang memiliki
kemampuan menggerakan kerusuhan skala besar
karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang
dibangun Ali Moertopo (mengenai jaringan yang
dibangun Ali Moertopo bisa dibaca di buku
Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-
Gramedia).
Lagipula saat kejadian terbukti Benny Moerdani
sedang rapat di Bogor dan ada laporan intelijen
bahwa orang lapangan saat kerusuhan 27 Juli
1996 dan Mei 98 dilatih di Bogor!!!
3. Alasan Megawati setuju menjadi alat Benny
Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno
sudah sepakat tidak terjun ke politik dan
alasan Benny Moerdani begitu menyayangi
Megawati mungkin adalah karena mereka
sebenarnya pernah menjadi calon suami istri
dan Soekarno sendiri pernah melamar Benny,
pahlawan Palangan Irian Jaya itu untuk
Megawati, namun kemudian Benny memilih
Hartini wanita yang menjadi istrinya sampai
Benny meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan semua fakta dan uraian di atas
maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa
alasan Kelompok Benny Moerdani, dalang
Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998
ada di belakang Jokowi-JK dengan
mengorbankan keutuhan partai masing-masing
(PDIP, Hanura, Golkar) untuk melawan Prabowo
adalah dendam kesumat yang belum terpuaskan
sebab Prabowo menjadi penghalang utama
mereka ketika mencoba mendeislamisasi
Indonesia. [hudzaifah/Berric Dondarrion/voa-
islam.com]
(nahimunkar.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar