Teladan : SK Trimurti
SK Trimurti |
"Tri, tulislah karangan, nanti kami muat dalam majalah Fikiran Ra’jat.” Kata-kata inilah yang menggugah SK Trimurti untuk pertama kali menulis. Kata-kata tersebut diucapkan oleh Bung Karno, tokoh utama pembebasan nasional Indonesia dan sekaligus Presiden Indonesia yang pertama, di tahun 1933.
Sejak saat itulah SK Trimurti mulai menulis di harian Fikir’an Rakjat, dimana Bung Karno menjadi redaktur kepala (Pimred). Sebuah majalah politik yang
berhaluan radikal, nasionlis, anti-kolonialisme, dan anti-imperialisme. Meski hanya sekali menulis di Fikiran Rakyat, namun Trimurti sangat bangga.
Dari sana muncul kepercayaan dirinya, meski akhirnya majalah kaum nasionalis revolusioner itu tidak terbit karena Bung Karno, ditangkap penguasa kolonial.
Sejak itulah, Trimurti mulai berjuang sebagai seorang jurnalis. Perjuangannya kala itu, tentu saja dalam rangka melakukan perlawanan terhadap kolonial
Belanda.
Setelah itu, melalui berbagai tulisannya, Trimurti meneruskan perjuangannya. Antara lain, melalui koran terbitan Surabaya, “Berdjoang”, yang dipimpin seorang pejuang juga, Doel Arnowo. Setelah itu, dia juga mendirikan majalah Bedoeg. Trimurti terinspirasi bedug di masjid, yang dipergunakan untuk memanggil orang Islam menunaikan sholat. Dia pun menginginkan korannya itu bisa membangunkan dan memanggil rakyat untuk berjuang. Dan benar, melalui tulisan-tulisannya, SK Trimurti terus berjuang melawan penjajah.
Keberanian Trimurti bukan tidak berisiko. Melalui karya-karya dan tulisannya, ia bahkan pernah dijebloskan ke dalam penjara oleh Belanda. Bahkan, SK Trimurti yang kemudian menikah dengan Sayuti Melik, melahirkan anak pertamanya dalam penjara Belanda yang kumuh dan sempit kala itu.
Pada masa kemerdekaan, SK Trimurti tak juga berhenti berjuang, meski pada sisi berbeda. Dia sempat diangkat sebagai Menteri Perburuhan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, mulai dari 3 Juli 1947 sampai 23 Januari 1948. Awalnya dia menolak, namun berkat bujukan Drs Setiajid, hatinya pun luluh. Sebagai menteri, kala itu SK Trimurti juga terus berjuang untuk meningkatkan taraf hidup para buruh di Tanah Air.
Selepas menjadi menteri di Kabinet Amir Syarifuddin, giliran Soekarno yang menunjuknya menjadi Menteri Sosial. Namun, lagi-lagi SK Trimurti menolak jabatan itu, dan kali ini tak ada yang berhasil membujuknya. Keberanian Trimurti menolak dua kali jabatan menteri, sungguh layak diacungi jempol. Trimurti menunjukkan bahwa dirinya tidak gila jabatan dan kehormatan.
Ir. Setiadi Reksoprojo, yang sama-sama menjadi menteri dengan Trimurti dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, mengatakan bahwa SK Trimurti adalah orang yang sangat kritis dan berwawasan jauh ke depan. Hidup beliau, katanya, selalu dihiasi oleh kesederhanaan dan rendah hati. Bahkan, sebenarnya sebagai mantan menteri, Trimurti berhak atas rumah yang layak di kawasan Menteng. Tetapi ia memilih rumah sederhana di Jalan Kramat Lontar. Alasannya waktu itu, karena dia merasa lebih dekat dengan kampung dan ingin tinggal dekat dengan rakyat biasa.
Biografi singkat :
Surastri Karma Trimurti, yang dikenal sebagai 'S. K. Trimuti ', adalah Indonesia n wartawan, penulis dan guru, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda.
Lahir: 11 Mei 1912, Hindia-Belanda
Meninggal: 20 Mei 2008, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
Pendidikan: Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar