Dapatkan motivasi, artikel motivasi, kata bijak, inspirasi, semangat kerja, semangat belajar, dan tips sukses OR

Indah Ditempuh, Jika Bisa Menikmatinya

Apa yang Anda rasakan jika rutinitas Anda yang nyaman tiba-tiba terganggu oleh sesuatu yang tidak Anda harapkan? Biasanya kesal sekali kan. Semakin besar gangguannya, semakin kesal kita rasanya. Dan karena kesal itu, sesuatu yang biasanya kita jalani biasa-biasa saja menjadi sangat menyebalkan. Mood kita tiba-tiba saja hilang. Seolah-olah, sesuatu telah direnggut dari tangan kita. Padahal kenyataannya, kekesalan yang kita umbar itu sama sekali tidak menjadikan keadaan lebih baik kan? Bahkan sebaliknya, malah membuat efeknya menjadi lebih menyakitkan. Kalau sudah demikian, mana mungkin kita bisa menikmatinya kan?

Ada sebuah jalur yang biasa saya tempuh. Meski dijalan itu ada lubang disana-sini. Ketika malam itu saya kembali melintas disitu, ada sekelompok pekerja sedang memasang papan-papan yang membagi jalan menjadi dua bagian. ‘Wah, akan dicor nih.’ Begitu saya berpikir. Besok saya harus berangkat lebih pagi untuk mengurangi dampak macetnya. Dan benar saja. Pagi-pagi sekali jalanan sudah macet. Dua mobil molen sedang mengucurkan adukan semen diruas jalan itu. Saya sudah paham sejak semalam sehingga meski macetnya tidak kepalang tanggung, tidak terlalu tertarik untuk menggerutu.

Segala sesuatunya menjadi terasa lebih ringan jika kita tahu atau paham terlebih dahulu. Coba saja perhatikan bahwa kekesalan-kekesalan Anda terhadap orang lain atau situasi tertentu lebih banyak timbul karena Anda tidak memahami situasinya. Begitu paham, Anda langsung bilang begini;”Oooh, jadi begitu toh ceritanya. Lain kali ngomong dong, jangan diam begitu. Saya kan nggak ngerti kalau kamu nggak ngomong….” Setelah bilang begitu, Anda memahami dan memakluminya. Dan Anda pun tak kesal lagi. Pelajaran pertama; “Pahamilah situasinya, maka kita tidak tertarik lagi untuk mengeluhkannya.”

Orang-orang yang tidak tahu apa yang sedang terjadi didepan pada bertanya;”Ada apa sih Mas, kok macet banget?” Menurut Anda, bagus nggak jika orang bertanya begitu? Bergantung. Saya perhatikan, ada 2 jenis orang yang menggunakan kalimat itu. Pertama, orang yang bertanya untuk sekedar melampiaskan kekesalan. Sebenarnya orang ini nggak butuh jawaban. Daripada mingkem, dia memilih bicara saja. Kedua, orang yang bertanya karena benar-benar ingin tahu ada apa didepan sehingga macetnya sedemikian berat.

Dikantor-kantor juga banyak kan orang yang bicara. Sepertinya mereka bertanya. Padahal sebenarnya mereka mempertanyakan. Orang yang bertanya itu jelas butuh jawaban. Sedangkan orang yang mempertanyakan mengharapkan agar orang yang ditanya atau pihak yang disindirnya melakukan apa yang dia inginkan. Hati-hati jika Anda punya sifat ‘mempertanyakan’. Karena sifat itu tidak membuat kita lebih tercerahkan. Kita nggak bakal jadi lebih pintar dengan sikap mempertanyakan itu, karena sikap mempertanyakan bukan datang dari rasa ingin tahu. Melainkan dari penyangkalan terhadap sesuatu. Pelajaran kedua; “Bertanyalah untuk mendapatkan jawaban, bukan untuk mempertanyakan suatu keadaan.”

Selagi mengantri panjang itu, seorang pengendara mobil persis dibelakang saya membunyikan klakson. Pertama cuman sekali. ‘Tin’ begitu bunyinya. Berikutnya bunyinya sudah menjadi dua kali, ‘tintin’. Lalu dibunyikannya lagi klaksonnya. “Tin Tin Tiiiiiiiiiiiiiin!” Nah, sekarang orang itu sudah emosi. Menurut pendapat Anda, bagaimana tanggapan para pengendara lain yang mendengar klakson kekesalan itu?

Anda keliru jika mengira pengendara lain akan ikut-ikutan memencet klakson. Itu para pengemudi motor pada nyereng. Tahu kenapa? Karena ulah tukang klakson itu menyakiti telinga mereka. Dia sih enak, ada didalam mobil sehingga nggak panas kuping oleh bunyi klaksonnya. Orang yang diluar? Perhatikan ketika kita sedang menghadapi situasi buruk. Lalu kita uring-uringan. Maksud kita sih protes pada pengambil keputusan. Tapi ternyata tindakan kita itu berdampak buruk kepada orang lain. Pelajaran ketiga;”Ulah menyebalkan yang kita lakukan, tidak mengundang simpati orang lain.”

Beberapa pengendara mulai memutar arah. Mereka balik lagi meskipun sudah cukup banyak waktu dan bensin yang terbuang. Beberapa diantaranya membuka pintu jendela. Mengacungkan jempol untuk meminta jalan kepada pengendara lain. Setelah itu mereka melemparkan senyum. Pengendara lain yang memberi ruang untuk berputar itu pun tersenyum. Atau mengangkat tangan tanda tabik. Atau sekedar, menganggukkan kepala. Atau minimal, mereka merasa senang karena antrian menjadi berkurang.

Perhatikanlah bahwa tidak ada orang lain yang memaksa kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kita merdeka untuk mengambil pilihan. Tetapi ketika pilihan itu dilakukan dengan penuh simpatik, orang lain membalas kita dengan respek. Banyak orang yang berputar sambil bersungut-sungut. Meski pengendara dibelakangnya senang karena antrian berkurang, tak seorang pun berselera melihat raut wajahnya yang bikin enek. Beda dengan orang yang mengacungkan jempol. Lalu memutar balik sambil tetap menjaga pembawaan dirinya tetap baik. Orang menaruh hormat kepadanya, bukan karena mengurangi antrian. Melainkan karena sikapnya telah ikut menyejukkan keadaan. Pelajaran keempat; “Jika mesti mengambil jalan yang berlawanan, lakukanlah dengan sikap yang tetap elegan.”

Setelah sekitar 20 menit mengantri. Kini tiba giliran saya. Ruas jalan yang mengalami perbaikan itu kira-kira sepanjang 100 meteran. Selain menyempit. Jalanan pun dihiasi dengan batang-batang besi yang mencuat. Namun semua orang yang melintas dijalan itu sekarang merasa lega. Karena sebentar lagi akan terbebas dari kemacetan yang menyiksa. Dan benar. Selepas ruas yang diperbaiki itu, jalanan kosong melompong. Tak ada penghalang apapun. Pelajaran kelima;”Keindahan yang sesungguhnya tidak terletak diawal. Melainkan di bagian akhir perjuangan kita.”

Perhatikanlah. Disetiap ujung perjuangan kita, selalu ada keindahan. Meski sulit menempuhnya, namun ada hadiah yang menyenangkan diakhirnya. Kita boleh saja berputar balik, jika yakin akan keindahan lain yang sepadan dengan yang kita tinggalkan. Dan kita juga boleh untuk terus konsisten dengan jalur yang sudah kita tempuh. Tidak jadi soal mana saja pilihan yang kita ambil. Selama kita bisa menikmati pilihan itu, maka kita bisa menjalaninya dengan indah. Persis seperti yang Tuhan firmankan dalam surah 94 (Al-Insyirah) ayat 5; “Maka sesungguhnya, dalam setiap kesulitan itu terdapat kemudahan.” Lalu diulangiNya sekali lagi firman itu dalam ayat ke-6; “Sesungguhnya dalam setiap kesulitan itu terdapat kemudahan….”

Jika dalam setiap kesulitan yang kita hadapi ada kemudahan, apa yang perlu kita lakukan sahabat? Menemukan kemudahan itu ya? Keadaan ini mungkin sangat sulit. Tapi dalam kesulitan itu ada kemudahan. Dimana letak kemudahan itu jika demikian? Sederhana saja sahabat. Kemudahan itu ada pada kesediaan kita untuk menikmati perjalanan sulit itu. Tanpa menggerutu. Tanpa mengumpat. Tanpa mengusik kepentingan orang lain. Maka mari kita nikmati kesulitan yang tengah kita hadapi ini dengan penerimaan yang tulus, dan sikap yang tetap baik. Sehingga hati, jiwa dan emosi kita tetap terjaga baik. Meski secara fisik kita tengah menjalani tantangan yang sulit. Insya Allah, kesulitan ini akan indah untuk ditempuh. Selama kita menikmatinya dengan penerimaan yang utuh.

Catatan Kaki:
Keadaan ini mungkin memang sulit. Akan semakin sulit lagi jika kita membiarkan dorongan-dorngan negatif mendominasi perasaan kita. Dan akan menjadi terasa lebih ringan, jika jiwa tetap tenang dalam menghadapinya. Sehingga kita, akan menemukan rasa nikmatnya.


DEKA – Dadang Kadarusman – 1 Oktober 2013
Author, Trainer, and Professional Public Speaker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar