Bagaimana cara mengukur kesuksesan karir seseorang? Gampang. Lihat saja jabatannya apa. Kalau dari zaman batu sampai sekarang masih disitu-situ saja; tidak sukses. Kalau sudah menjadi supervisor sukses. Kalau sudah menjadi manager lebih sukses lagi. Kalau sudah menjadi direktur, sukses banget. Ya memang semudah itu cara kita mengukur kesuksesan karir seseorang kan? Makanya tidak heran kalau demi kesuksesan karir itu orang saling berlomba mengejar kenaikan jabatan. Ada yang dengan cara terpuji, ada juga yang melakukan apa saja demi mencapai tujuan itu. Pertanyaannya adalah; apakah hanya kenaikan jabatan itu yang menjadi ukuran sukses seseorang? Ternyata nggak loh. Ada satu jenis kesuksesan lainnya dalam karir. Anda sudah tahu hal itu kan?
Salah satu klien saya adalah sebuah perusahan besar. Boss besar di perusahaan itu selalu menyediakan waktu untuk hadir dalam setiap batch training yang saya fasilitasi. Tentu bukan sebagai peserta. Melainkan sebagai salah seorang pembicara. Loh, bukankah trainernya saya? Iya. Namun dari training 2 hari itu, beliau punya slot sekitar 60 menit untuk berbicara dihadapan para peserta. Dari seorang boss, tentu kita bisa belajar tentang banyak hal. Tapi ada satu hal yang sangat relevan dengan topik kita kali ini. Beliau bercerita kepada para karyawannya bahwa di perusahaan ini ada orang-orang yang tidak punya jabatan, namun gajinya melebihi para pejabat tinggi di kantor pusat.
Apa relevansi ucapan beliau dengan topik kita? Ya, Anda benar. Kita mesti paham bahwa selain jabatan, ukuran kesuksesan seseorang dalam karirnya adalah juga ditentukan oleh jumlah bayaran yang diterimanya. Loh, bukankah uang itu berkorelasi dengan jabatan? Itu pandangan orang-orang awam. Kenyataannya tidaklah selalu demikian. Di perusahaan Anda, fenomena ini mungkin terjadi, juga. Misalnya seorang salesman dengan sales supervisornya. Kalau bicara soal gaji, tentu pangkat supervisor lebih tinggi dong dari salesmannya. Tetapi, soal total uang yang dibawanya pulang; belum tentu.
Salesman itu membawa gaji plus bonus individu dari hasil kerja kerasnya. Sedangkan supervisor itu membawa pulang gaji yang bedanya hanya beberapa ratus ribu ditambah dengan bonus yang diperhitungkan dari rata-rata pencapaian semua anak buahnya. Iya kalau semua anak buahnya bagus. Kalau ada beberapa orang yang memble? Maka bonusnya pun ikutan tertarik ke bawah.
Dalam konteks yang lain, seseorang yang bekerja tanpa bawahan. Titelnya nggak mentereng sama sekali deh pokoknya. Tapi bayarannya…. Ohoho… bikin iri orang yang tahu. Pertanyaannya adalah; apakah perusahaan mau memberi imbalan demikian tinggi begitu saja? Ya tentu tidak dong. Pasti ada hitung-hitungannya. Mana ada perusahaan yang tidak menghitung biaya dan keuntungan kan?
Boss besar yang saya ceritakan tadi berbicara dalam konteks perusahaan pengeboran minyak. Maka sekarang Anda mengerti, mengapa orang di rig pengeboran minyak yang tidak mempunyai title mentereng bisa membawa pulang bayaran lebih besar dari mereka yang duduk manis diruang ber-AC di gedung perkantoran super mewah di pusat bisnis Jakarta. Sekarang, sudah lebih masuk akal dalam sudut pandang Anda kan?
Tapi apakah semua orang dilapangan mendapatkan bayaran yang lebih besar? Tidak juga. Kenapa? Yaitu tadi, karena perusahaan pun berhitung. Apa yang dihitung perusahaan. Kontribusi karyawan itu terhadap kinerja perusahaan. Semakin tinggi nilai kontribusi orang itu kepada perusahaan, maka semakin besarlah imbalan yang layak diberikan. Harga tinggi yang diberikan secara khusus kepada orang itu didasarkan pada pertimbangan bahwa perusahaan sangat memerlukan keahliannya. Karena, dengan keahlian itu perusahaan bisa sangat terbantu sekali dalam menjalankan roda bisnisnya. Fakta ini, membawa kita kepada aspek kedua dari suksesnya karir seseorang.
Jadi sekarang kita tahu bahwa selain jabatan, ukuran sukses karir itu ditentukan oleh peningkatan keahlian kita. Mengapa? Karena keahlian itulah yang menentukan nilai kita dimata perusahaan. Secara singkat, kita bisa menyebut sukses dengan kenaikan jabatan itu sebagai sukses secara struktural. Artinya, kita membangun kesuksesan karir dijalur struktur organisasi perusahaan yang ditandai dengan jenjang karir yang semakin tinggi. Sedangkan sukses dengan kenaikan kemampuan atau keterampilan kerja itu disebut sebagai sukses secara fungsional. Artinya, kita membangun kesuksesan karir melalui fungsi penting yang kita pegang diperusahaan sejalan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan kerja kita yang semakin tinggi.
Menurut pendapat Anda, maka yang lebih baik? Apapun jawaban Anda, bukan masalah bagi saya. Karena tujuan dari artikel ini bukan membenturkan satu bentuk kesuksesan dengan yang lainnya. Saya hanya ingin mengajak Anda untuk membuka cakrawala bahwa sukses dalam karir itu bukan lagi diukur dari jabatan kita saja. Melainkan juga dari keterampilan kita. Naik jabatan bagus. Naik keterampilan, bagus. Jadi, jika jabatan Anda tak kunjung naik tidak usah berkecil hati. Jika Anda punya keterampilan yang semakin terasah. Semakin teruji. Dan semakin langka, maka itu tandanya Anda juga sukses dalam karir yang Anda geluti. Anda, tidak perlu khawatir dengan take home pay kalau sudah menjadi orang yang memiliki keterampilan tinggi. Apalagi jika hanya sedikit orang yang seterampil Anda. Bayarannya, bisa sangat menggiurkan juga kan? Belum waktunya saja.
Anda boleh menentukan kesuksesan karir dalam aspek mana yang akan Anda kejar. Dua-duanya? Hahaha. Itu namanya serakah. Tapi, tidak apa-apa juga sih jika memang bisa begitu. Kalau hanya satu aspek, mana yang Anda kejar? Sukses structural atau sukses fungsional? Terserah sajalah. Sekalipun begitu, Anda boleh juga merenungkan pertanyaan saya ini; jika Anda sudah pensiun kelak, jenis kesuksesan manakah yang masih tetap berguna bagi Anda? Nggak usah dijawab. Cukup direnungkan saja. Apapun jawaban Anda, saya akan setuju saja. Siap untuk mewujudkannya? Kalau begitu, mulai sekarang sajalah.
Catatan Kaki:
Jumlah kursi jabatan itu sangat terbatas sekali, sehingga tidak semua orang kebagian kesuksesan secara structural. Sedangkan jumlah kursi untuk orang-orang yang sukses secara fungsional itu tidak terbatas. Jadi, siapapun bisa meraihnya.
DEKA – Dadang Kadarusman – 26 September 2013
Author, Trainer, and Professional Public Speaker
Penulis Novel “DING and HER GOKIL PAPA!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar