Dapatkan motivasi, artikel motivasi, kata bijak, inspirasi, semangat kerja, semangat belajar, dan tips sukses OR

RASA KESAL , KECEWA DAN MOTIVASI KERJA

 

KECEWARasa kesal adalah famili dari rasa kecewa. Kesal lebih berdimensi lingkup masalah dan waktu yang relatif lebih sempit dan berjangka pendek ketimbang kecewa.
Kecewa dikenali sebagai langkah awal timbulnya stres yang kemudian berlanjut ke depresi. Rasa kesal lebih cepat hilang ketimbang kecewa apalagi kalau kecewa berat. Akumulasi dari sejumlah kekesalan, lebih-lebih kesal yang tak terselesaikan, lambat laun akan membentuk kekecewaan.
Seperti halnya pada habitat kehidupan yang lain setiap karyawan bisa mengalami rasa kesal di tempat kerjanya. Apakah karena masalah jenis dan beban kerja yang relatif berat, masalah hubungan dengan rekan kerja dan atau atasan yang tiba-tiba kurang harmonis, masalah kinerja yang rendah, masalah penghargaan dari atasan yang kurang, dan kesal karena baru saja ditegur atasan.
Kekesalan seseorang pada orang lain bisa berangkat dari adanya prasangka. Disitu ada fenomena persepsi yang timbul karena adanya informasi tentang objek tertentu, misalnya tentang kelalaian karyawan dalam bekerja. Informasi itu bisa didapat dari orang lain atau dari hasil pengamatan sendiri. Persepsi yang muncul bisa melahirkan rasa kesal atasan kepada karyawan bersangkutan. Semakin banyak atasan memperoleh informasi yang akurat dan valid tentang kelalaian karyawan semakin memungkinkan timbulnya rasa kesal atasan.
Sebaliknya semakin sedikitnya informasi yang diperoleh dan sepotong-potong atau hanya dari satu sisi saja semakin besar peluang terjadinya bias persepsi. Semakin bias informasi semakin besar terbuka peluang timbulnya prasangka negatif. Dengan kata lain terjadi kekesalan atasan yang tak terkendali yang terjadi kemudian adalah bukan saja timbulnya rasa kesal karyawan tetapi juga rasa sesal mengapa sang atasan bisa bertindak sembarangan.
Kekesalan seorang karyawan bisa berdampak pada motivasi kerja. Bisa berbentuk menurunkan motivasi kerja dan malah bisa sebaliknya. Misalnya kalau ada atasan yang mengatakan bahwa beberapa karyawan termasuk ”bodoh / goblok”. Bisa dipastikan karyawan bersangkutan akan kesal. Sudah kerja keras kok atasan menilainya seperti itu. Semacam tidak ada penghargaan.
Apa yang kemudian terjadi? Atasan tidak akan mempercayai karyawannya walaupun telah berjasa / berprestasi di tempat kerjanya atau dengan kata lain dibiarkan / tidak diperhatikan atas jasa – jasanya tersebut. Bahkan banyak karyawan yang berpotensi memilih keluar / resign dikarenakan kondisi atasan tersebut.
Hal seperti itu seharusnya tidak terjadi dikarenakan kedua belah pihak saling terkait atau saling berhubungan, atasan tidak mungkin tugasnya dikerjakan oleh sendiri begitupun sebaliknya karyawan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Apa yang seharusnya dilakukan?
Untuk mengurangi kekesalan karyawan maka ada dua pendekatan yang bisa diterapkan yakni dari sisi karyawan dan sisi manajemen atau atasan.
Dari sisi atasan, manajemen seharusnya mampu menghindari rasa kesal dirinya yang berlebihan karena ulah karyawannya. Untuk itu atasan perlu memperkecil ungkapan-ungkapan negatif kepada karyawannya. Sebab kalau itu sering diungkapkan bukan saja akan membuat kesal karyawan tetapi juga potensial terjadinya konflik atasan-bawahan.
Dengan kata lain teguran yang semena-mena mengakibatkan fenomena kontra produktif.Yang terbaik dilakukan adalah menjelaskan kepada karyawan tentang titik-titik kelemahan karyawan langsung ke yang bersangkutan. Kemudian sama-sama mencari jalan keluarnya.
Kemudian dari sisi karyawan, sebaiknya jangan memelihara kekesalan. Memang kesal itu wajar apalagi kalau karyawan bersangkutan tidak merasa keliru tetapi atasan selalu menyalahkannya. Kecuali hal-hal yang menyangkut sangat personal misalnya mengejek dengan kata-kata kasar, sampai-sampai menyebutkan nama-nama penghuni kebun binatang. Kemudian tidak salahnya secara individu, karyawan “menegur” atasan untuk tidak melakukan hal itu kepada dirinya.
Namun di luar itu, seperti teguran rutin yang berkait dengan ketidak disiplinan, kelalaian kerja, kecerdasan berpikir dan bekerja, sebaiknya karyawan mengoreksi diri. Jadikan kekesalan hanya berskala sesaat saja dan menjadikan teguran sebagai unsur motivasi untuk memperbaiki kapabilitas diri. Anggap saja suatu teguran dari atasan berarti atasan bersangkutan masih memiliki perhatian besar terhadap karyawannya.
Sumber : Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar